
Jakarta, 16 Juni 2025 – Dalam rangka penguatan pengawasan berbasis digital, Inspektorat Jenderal Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) melaksanakan kegiatan Benchmarking Aplikasi Continuous Auditing and Continuous Monitoring (CACM) bersama Inspektorat Jenderal Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendesa PDT) di Ruang BM. Diah, Gedung B, Kementerian Komunikasi dan Digital.
CACM merupakan aplikasi di bidang audit dan manajemen risiko yang memanfaatkan teknologi informasi untuk memantau, mengevaluasi, dan menganalisis data secara berkelanjutan guna mendeteksi anomali, risiko, serta ketidakpatuhan secara real-time.
Benchmarking ini dihadiri oleh Sekretaris Itjen Kemkomdigi, Nizam; Auditor Utama Itjen Kemkomdigi, Doddy Setiadi; Ketua Tim Kerja Sistem Informasi Itjen Kemkomdigi, Henrika; serta Auditor Utama Itjen Kemendesa PDT, Sustiana Nurul.
Kegiatan mencakup paparan mengenai proses bisnis, arsitektur sistem, strategi integrasi data, serta pemanfaatan CACM dalam mendukung pengawasan berbasis kinerja dan anggaran. Pembahasan juga menyoroti potensi kolaborasi serta replikasi teknologi serupa di lingkungan Kemendesa PDT.
Sekretaris Itjen Kemkomdigi, Nizam, menyampaikan bahwa pengembangan CACM berawal dari kebutuhan Inspektorat Jenderal untuk tetap menjalankan fungsi pengawasan selama masa pandemi. Hal tersebut mendorong penyusunan Grand Design Digitalisasi Pengawasan 2022–2024 yang menekankan integrasi data lintas aplikasi, seperti SAKTI, SIRUP, dan KRISNA, guna mendukung efisiensi, validitas data, dan otomasi proses pengawasan.
Ia menambahkan, CACM Itjen Kemkomdigi telah dikembangkan ke berbagai area untuk mengoptimalkan pengawasan digital.
“CACM Itjen Kemkomdigi digunakan untuk melakukan pemantauan dan pengawasan berkelanjutan di Area Penganggaran, Area Pengadaan, Area Pendapatan, dan Area Kinerja,” ujar Nizam.
Ketua Tim Kerja Sistem Informasi Itjen Kemkomdigi, Henrika, menjelaskan bahwa pengembangan sistem CACM dilakukan berbasis kebutuhan nyata, melalui tahapan identifikasi, pembuatan mockup, validasi pengguna, hingga implementasi fitur.
“Setiap fitur didasarkan pada masukan pengguna dan API resmi dari instansi seperti Kementerian Keuangan dan Bappenas. Pendekatan ini memastikan fitur CACM relevan dan efektif dalam mendukung pengawasan internal,” jelasnya.
Henrika menambahkan bahwa implementasi CACM memungkinkan analisis data secara real-time, identifikasi anomali anggaran, dan mengurangi kebutuhan kunjungan lapangan. Sistem ini juga mendukung pelaporan, notifikasi otomatis, serta penyimpanan dokumen digital dalam satu platform terintegrasi.
“Aplikasi CACM bersifat open source dengan komitmen penggunaan non-komersial. Beberapa instansi seperti MK dan Bawaslu telah mereplikasi sistem ini melalui kerja sama teknis. Penggunaannya mendorong kolaborasi antarkementerian dengan tetap menjaga standar keamanan data dan struktur kelembagaan masing-masing. Keberadaan CACM tidak hanya memperkuat pengawasan internal, tetapi juga membangun ekosistem pengawasan digital secara nasional,” pungkas Henrika.