Inspektur Jenderal Lakukan Inspeksi Umum ke Balmon dan BBPSDMP Medan: Soroti Pengawasan dan Kepatuhan Regulasi

Medan, 25 Juni 2025 – Inspektur Jenderal Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) melaksanakan inspeksi umum ke Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Kelas I Medan (Balmon Medan) dan Balai Besar Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penelitian Medan (BBPSDMP Medan). Kunjungan ini turut didampingi oleh Staf Ahli Bidang Hukum Kemkomdigi, Cahyaning Nuratih Widowati; Inspektur I, Muhammad Misbakhudin; dan Inspektur III, Randy Arninto.

Inspeksi tersebut bertujuan memperkuat pengawasan serta meninjau secara langsung sarana dan prasarana monitoring spektrum frekuensi radio yang dimiliki Balmon Medan. Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT), Balmon Medan memiliki fungsi penting dalam pengawasan dan pengendalian penggunaan Spektrum Frekuensi Radio (SFR) melalui observasi, pengukuran, pemeriksaan, serta penanganan gangguan SFR di wilayah Medan dan sekitarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Staf Ahli Bidang Hukum Kemkomdigi, Cahyaning Nuratih Widowati, menekankan pentingnya mitigasi risiko hukum dalam setiap tahapan Pengadaan Barang/Jasa (PBJ). Ia menyoroti perlunya proses yang akuntabel, sesuai hukum, serta mampu mencegah potensi kerugian negara.

“PBJ merupakan proses yang sangat vital. Risiko seperti perencanaan yang lemah hingga pemilihan penyedia yang tidak tepat harus diantisipasi sejak awal agar tidak terjadi fraud maupun hambatan dalam pelaksanaan,” tandas Cahyaning.

Lebih lanjut, ia memaparkan strategi mitigasi risiko yang dapat dilakukan oleh Balmon Medan, antara lain memastikan perencanaan yang matang dan terdokumentasi, melakukan telaah hukum terhadap kontrak, menjaga integritas proses pengadaan, mengawasi pelaksanaan kontrak secara aktif, serta menegakkan prinsip no work, no pay.

Inspektur Jenderal Kemkomdigi, Irjen Arief, dalam arahannya turut menyoroti pentingnya tata kelola keuangan dan kinerja organisasi yang akuntabel dan optimal. Ia mendorong terbentuknya budaya kerja yang dinamis dan berorientasi pada hasil.

“Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan dan kinerja yang baik dan aman, diperlukan kompetensi di tiga aspek utama, yaitu performance—hasil kerja harus berkualitas; compliance—pahami regulasi, justifikasi akademis, dan benchmarking ke best practice; serta evidence—seluruh proses harus didukung bukti yang relevan dan sah,” tegasnya.

Dalam sesi diskusi, Kepala Balmon Medan, Latuse, mengungkapkan tantangan yang dihadapi dalam proses PBJ, khususnya kebutuhan akan telaah hukum serta keterbatasan SDM non-teknis.

“Sebagian besar SDM kami berlatar belakang teknis, sementara dalam proses PBJ terdapat tahap yang harus ditandatangani berdasarkan telaah hukum. Bagaimana sebaiknya kami mengakses pendampingan hukum di tahap tersebut?” ujarnya.

Terkait hal tersebut, Cahyaning menyarankan agar Balmon Medan melakukan konsultasi dengan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) di Kejaksaan Tinggi Medan, khususnya untuk penyusunan kontrak PBJ.

Irjen Arief menambahkan bahwa dalam pemilihan penyedia, instansi perlu bersikap selektif dan melakukan riset secara mendalam.

“Harga murah itu tidak selalu berarti yang terbaik. Yang dimaksud murah adalah jika spesifikasi dan jumlahnya sama dengan penyedia lain. Kita bisa lakukan mekanisme mini kompetisi, dengan mengundang penyedia untuk hadir membawa kelengkapan, agar dapat dilihat apakah mereka benar-benar kompeten,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala BBPSDMP Medan, Christiany Juditha, menyampaikan adanya tantangan implementatif akibat perubahan struktur organisasi (SOTK) yang belum sepenuhnya disertai penyesuaian petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak).

“Terdapat SOTK baru meskipun belum secara resmi, dan ada beberapa kegiatan yang juknis dan juklaknya belum disesuaikan. Sementara di unit BBPSDMP diminta untuk membuat juknis dan juklak sendiri, apakah diperbolehkan?” terangnya.

Menanggapi hal ini, Cahyaning menegaskan pentingnya keseragaman aturan di seluruh unit, sekaligus memahami fleksibilitas yang mungkin dibutuhkan dalam masa transisi.

“Juknis dan Juklak itu harus 1 dan menjadi keseragaman tidak bisa masing-masing. Namun harus melihat situasi kondisi di pusat apakah bisa membuat juknis dan juklak masing- masing karena terjadi kekosongan SOTK.” imbuhnya.

Irjen Arief juga memberikan pandangan terkait pengambilan kebijakan dalam situasi transisi regulasi, khususnya dalam pengelolaan anggaran.

“Dalam kondisi aturan belum tertera secara eksplisit, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus melakukan kajian terlebih dahulu. Jika terdapat perubahan, misalnya dari perjalanan dinas paket meeting menjadi perjalanan dinas biasa, maka penyesuaian harus dilakukan berdasarkan hasil survei lapangan. Yang penting, tidak boleh ada pembayaran ganda,” tegas Irjen Arief.

Kunjungan ini diharapkan mendorong UPT di daerah untuk memperkuat pengawasan, meningkatkan kepatuhan regulasi, dan membangun tata kelola yang transparan dan berintegritas sebagai fondasi pemerintahan digital yang bersih dan akuntabel.

Share: